Bienvenida...


بسم الله توكلت على الله... ﻻحل وﻻقوة اﻻ بالله...

Rabu, 01 Juni 2011

Dunia Kotak Kaca Part 3

Sepulang dari SMA Angkasa untuk check persiapan pertandingan basket senin depan, Tora mengemudikan mobilnya cepat.
Lagi lagi lampu merah. Rutuknya sambil mengumpat pelan. Tora heran, kenapa akhir-akhir ini dirinya enteng sekali mengucapkan hal seperti itu.
Tapi ternyata lampu merah kali ini membuat Tora betah. Pemandangan ibarat 'mimpi siang bolong' membuatnya heran.
Dinda. Cewek cantik tapi jelek budi ini terlihat napsu sekali menolong seorang ibu korban tabrak lari. Tora merasa dirinya brengsek abis. Bukannya nolongin, Tora malah asyik nonton pertunjukan itu.
". Woi..cepet jalan..!." Bentakan dari pengemudi bis di belakangnya menyadarkan lamunan Tora. Dia mengikuti mobil Dinda hingga rumah sakit terdekat. Tora melihat Dinda keluar dari mobilnya dan memukul kap mobil. Mobilnya pasti mogok. Batin Tora. Tora turun dari mobilnya dan mengikuti Dinda masuk.

". Tolong..ada korban tabrak lari..!!." Tora bersembunyi di balik tembok dan mendengar Dinda teriak panik sambil membaringkan ibu itu di ranjang. Dua orang suster datang menghampirinya dan bertindak cepat.
". Maaf Mbak, silahkan urus administrasinya dulu." Kata suster yang lain. Dinda mengangguk dan berjalan gontai menuju loket. ".Semuanya 300 ribu Mbak." Ujar suster bagian administrasi.
". 300 ribu? Nanganin kaki doang?." Dinda ternganga di depan suster yang senyumnya terlihat memuakkan. Namun Dinda sedang malas berdebat. Dinda meraba tasnya.
". Tas gue? Ya ampun, ketinggalan di mobil. Boleh tunggu bentar sus?." Dinda menyadari dirinya tidak membawa uang sepersenpun.
". Waduh, gak bisa Mbak, harus bayar dulu baru pasien bisa ditangani." Suster itu tidak terpengaruh. Dirinya udah kebal dengan orang-orang yang make alasan kayak gini untuk kabur.
". Sus, saya gak akan kabur kok. Tolonglah sus, dompet saya ketinggalan." Dinda memelas lagi.
Tora terketuk hatinya mendengar suara Dinda. Bukannya sok pahlawan, tapi Tora benar ingin membantu.
". Biar saya aja Sus. 300 ribu kan?." Tora menginterupsi perdebatan Dinda dan langsung menyodorkan uang cash yang disambut mata ijo si suster.
Dinda menatap senang sekaligus kaget.
". Tora, ngapain lo disini?." Tanya Dinda heran.
". Gue rasa urusan ibu itu lebih penting daripada gue, Dinda." Jawab Tora santai.
Dinda langsung menepuk jidatnya dan beranjak dari situ.
". Tora." Dinda menoleh pelan.
". Ya?." Tanya Tora heran.
". Terimakasih banyak." Dinda melempar senyum tertulus yang dimilikinya kepada Tora yang kini memandangnya dengan pongo.
Entah kenapa hari ini Dinda terlihat lebih menarik daripada Aluna.
Dan hari ini Tora ingin sekali berlama-lama bersama Dinda.


*   *   *

". Udah selesai Al."
Adam baru saja membersihkan luka Aluna dengan alkohol dan memasang plester di keningnya.
". Terimakasih... Adam." Ucap Aluna lesu.
Dan Adam sempat tertegun saat mendengar namanya diucapkan dengan begitu lembut dan rapuh oleh gadis ini.
Si manis yang diam-diam dikaguminya sejak lama.
". Gak usah ngomong gitu Al. Aku seneng bisa nolong kamu." Adam tersenyum tulus.
Aku? Seorang Adam ngomong aku? Anak basket yang lain pasti ketawa kalo denger ini. Tapi Adam gak peduli. Bisa meneropong sisi lain dari gadis pujaannya merupakan anugerah terindah yang dia rasakan.
Adam meninggalkan Aluna yang langsung menatap heran. Adam membuka bajunya seragamnya sambil memunggungi Aluna. Aluna tertunduk malu. Padahal Adam memakai kaus lain di dalamnya.
Adam menghampiri Aluna lagi.
". Apa kamu mau ngomong sesuatu Al?." Adam bertanya hati-hati. Takut menyinggung perasaan gadisnya. Melihat Aluna dilempar botol sangat membuatnya kaget.
". Aku bukan anak baik seperti yang kalian pikir. Keluarga aku berantakan dan aku..aku.." Aluna tak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Dia menutup mulutnya menahan tangis.
". Al." Adam mengangkat dagu Aluna perlahan.
". Kalo mau nangis jangan ditahan. Kalo gak mau cerita ama aku juga gak apa-apa. Yang penting kamu tenang dulu ya?." Aluna menatap Adam heran, malu namun senang. Senang rasanya ada orang yang peduli disaat orangtuanya bahkan tak sadar anak mereka tak pulang.
Kini tangis Aluna benar-benar pecah. Dan Adam tidak tahan untuk tidak memeluknya.

*    *    *

Titan melongo menatapi gadis yang ceriwisnya minta ampun ini. Sama sekali gak terpikat dengan pesonanya. Bukannya sombong, tapi Titan merasa dirinya cukup terkenal sekarang ini. Dan seingatnya, para gadis selalu loncat-loncat atau minimal tersenyum senang jika melihatnya. Tapi ini...
". Emang lo gak pernah diajarain tatakrama ya? Gak tahu sopan santun? Gak sopan tau, ngebekap orang gitu aja. Gue bener-bener bakal laporin lo ke polisi ya!." Nadhira gak peduli orang di depannya udah budek ampe berdarah-darah dengerin dia.
". Sori deh..gue bener-bener panik liat wartawan ngikutin gue. Jangan laporin ke polisi ya.." Titan kaget juga ada orang sevokal ini bicara padanya.
".Gue cuma bosen. Pengen rasanya sehari aja gue bebas dari wartawan. Makanya gue lari." Titan mendesah capek. Nadhira terpana mendengar keluhan si supermodel. Cowok di depannya gak tau kalau hatinya udah jungkir balik kayak rocker patah tulang karena ketemu idolanya.
". Jadi supermodel sekarang udah pada bosen sendiri ya?." Tanya Nadhira.
". Gue sih gitu. Tapi yang lain gak tau deh." Titan mengangkat bahunya yang terlihat lucu di mata Nadhira.
". Kalo gitu, kenalin." Nadhira berdiri dan menepuk-nepuk roknya. Titan memandang heran.
". Nama gue Nadhira. Gue adalah tour guide elo selama sehari dalam tema 'bebas sehari dari paparazi'." Nadhira memperkenalkan dirinya bak tour guide terkenal. Membuat Titan tertawa senang.

*    *    *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nyok komen2...!!! ^_^